Rabu, 01 Juli 2009

OPM LAHIR KARENA KETIDAKADILAN

JUMPA PERS : Sekjen Front Pepera, Gunawan Inggeruli didampingi Marthen Goo dalam jumpa pers, usai acara Doa Bersama dalam rangka peringatan HUT OPM di Asrama Tunas Harapan, Abepura, Rabu (1/7) ke¬marin
Tepat 1 Juli, hari yang diklaim sebagai hari berdirinya Organisasi Papua Merdeka (OPM), sehingga ada saja orang yang memanfaatkan momentum tersebut untuk mengekpresikan diri menentang pemerintah yang dianggap bertindak tidak adil terhadap masyarakat.

Laporan : Feri/Papua Pos

Jika pada masa lalu perjuangan OPM semata-mata untuk keinginan melepaskan diri terpisah dari NKRI, tetapi saat ini perjuangan yang dilakukan bukan untuk melawan pemerintah tetapi menyuarakan adanya ketidak adilan terhadap masyarakat Papua khusus bagi masyarakat miskin dipedalaman. Meskipun Otsus digulirkan ternyata keberadaan Otsus hanya dinikmati oleh sekelompok tertentu saja.

Seperti diutarakan Sekjen Front Pepera, Gunawan Inggeruli didampingi Marthen Goo dalam jumpa pers, usai acara Doa Bersama dalam rangka peringatan HUT OPM yang berlangsung di Asrama Tunas Harapan, Abepura, Rabu (1/7) kemarin, bahwa perayaan HUT OPM kali ini dilakukan dengan doa bersama, tidak dengan kegiatan upacara yang dianggap negative oleh pemerintah.

Dijelaskan, berdirinya OPM dilatarbelakangi ketidakpuasan atas tindakan pemerintah terhadap masyarakat Papua pada saat itu. Bahkan tindakan ketidak adilan itu disinyalir berlanjut hingga saat ini. Walau Papua telah diberikan Otsus sebagai solusi untuk mempercepat pembangunan ternyata tidak bisa berbuat banyak. Pasalnya di era Otsus ini kondisi riil masyarakat masih tetap miskin.

" Otsus hanya melahirkan koruptor lokal yang bekerjasama dengan koruptor nasional. Dampak perbuatan tersebut masyarakat kecil yang tidak tahu apa-apa tetap jadi korban," jelasnya.

Secara riil, katanya, era Otsus banyak orang asli Papua yang menduduki jabatan utama dan penting di provinsi, kabupaten dan kota. Hanya saja, orang Papua yang mendapat jabatan ini tampak mensejaterakan dirinya sendiri, sedangkan masyarakat lapisan bawah masih hidup dibawah garis kemiskinan.

" Seperti Gubernur Papua tidak bisa berbuat apa-apa, terbukti membuat pasar bagi mama-mama sampai sekarang tidak bisa terwujud," timpah Marthen.

Masih menurutnya, di era Otsus seperti sekarang ini masyarakat Papua masih banyak yang menderita atas tindakan militer dan Kepolisian. Bisa dikatakan kalau, jaminan hidup bagi masyarakat Papua tidak ada sama sekali.

Oleh sebab itu Gunawan secara tegas mengatakan, kalau front Pepera akan terus memperjuangkan keadilan bagi masyarakat Papua. Hingga terwujudnya keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat asli Papua. **




Senin, 29 Juni 2009

Masyarakat Adat: TNI Harus Bertanggung Jawab

JAYAPURA, DeskPapuaBarat.pos — Masyarakat Adat Kabupaten Keerom, Provinsi Papua, meminta TNI untuk bertanggung jawab atas penembakan yang menewaskan Isak Psakor, warga Kibai, Disttrik Arso Timur, Senin (22/6) sekitar pukul 14.00 WIT.

"Kami warga Keerom meminta pertanggungjawaban TNI," kata Ketua Dewan Adat Kabupaten Keerom Servo Tuamis kepada wartawan di Jayapura, Selasa. Ia meminta TNI memproses hukum secara tegas terhadap anggotanya yang melakukan penembakan itu. "Orang tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannnya," ujar Servo.Isak Psakor diduga ditembak oleh prajurit TNI yang sedang berpatroli menjaga wilayah tapal batas RI dengan Papua Nugini (PNG) pada Senin siang sekitar pukul 14.00 WIT. "Jenazah korban kini masih disemayamkan di Kampung Kibai untuk menunggu proses lebih lanjut," kata Pemimpin Gereja Katolik Keerom Pastor Jhon Jonga Pr di Arso, ibu kota Kabupaten Keerom, Selasa.

Menurut Pastor John, berdasarkan pengakuan Anton Psakor, ayah korban, pada Senin anaknya, Isak Psakor, bersama dua saudaranya, Wens Psakor dan John Psakor, berjalan kaki dari Kampung Skowt Jauh menuju Kampung Air Asin, Distrik Arso Timur, wilayah yang berbatasan dengan negara tetangga, PNG.

Dalam perjalanan, ketiga anaknya itu berpapasan dengan seekor anjing yang menggonggong mereka dan karena katakutan, mereka bertiga lari memanjat pohon di tengah hutan rimba Distrik Arso Timur.

Tiba-tiba terdengar bunyi tembakan dan pada saat itu juga Wens dan John melihat Isak Psakor jatuh ke tanah dan tidak bergerak lagi. Serta-merta Anton dan John berteriak, "Kami warga kampung Kibai, mengapa tembak saudara kami."

Mendengar teriakan itu, prajurit TNI yang sedang berpatroli di hutan belantara perbatasan RI- PNG lari meninggalkan mereka. "Anton dan John turun dari pohon yang mereka panjat, lalu berusaha menutupi mayat saudara mereka dengan daun-daun dan selanjutnya berlari menemui orangtua dan sanak saudara menyampaikan peristiwa yang memilukan itu," kata Pastor John Jonga mengutip pernyataan Anton Psakor, ayah almarhum Isak.




Senin, 08 Juni 2009

Dihujani Panah, Penyergapan Brimob Tewaskan 2 Orang

JAYAPURA, DESKPAPUA.com — Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua Irjen FX Bagus Ekodanto mengatakan, penyergapan oleh pasukan Brigade Mobil (Brimob) Polda Papua ke markas kelompok bersenjata yang menguasai bandar udara Kasepo mengakibatkan korban jiwa.

Dua orang dari kelompok bersenjata tewas dan empat Brimob terkena anak panah. "Selain itu ada juga korban tewas dari warga sipil yang merupakan utusan bupati setempat, sehingga total korban tewas berjumlah tiga orang," kata Kapolda di Jayapura, Sabtu (6/6).

Sementara di pihak Brimob Papua terdapat empat orang yang menderita luka cukup serius akibat terkena panah dari kelompok bersenjata itu. Kapolda menjelaskan, penyergapan oleh Brimob yang berbuntut terjadinya kontak senjata itu terjadi sekitar Sabtu (6/6) pukul 01.30 WIT, saat markas kelompok bersenjata yang menguasai Gereja Klasis GKI, sekitar 300 meter dari lapangan terbang Kasepo.

"Saat ini markasnya sudah berhasil kita kuasai," kata Kapolda. Kapolda menambahkan, hingga saat ini identitas para korban yang meninggal belum diketahui secara pasti, termasuk korban tewas yang merupakan utusan Bupati Mamberamo Raya itu.

"Yang bersangkutan merupakan tim perunding antara petugas berwenang dengan kelompok bersenjata yang menguasai lapangan terbang Kasepo, dan ia juga menjadi salah satu korban," ujarnya. Kapolda menceritakan, tertembaknya utusan bupati itu bermula saat Brimob berhasil memukul mundur kelompok bersenjata dari markasnya di Gereja Klasis GKI, sekitar 300 meter dari lapangan Kasepo.

Saat kelompok bersenjata itu mundur meninggalkan markas, mereka bertemu utusan bupati dan langsung menembakinya hingga tewas. Saat ini polisi sudah mengamankan barang bukti dari markas kelompok bersenjata itu.

Barang bukti yang disita antara lain, satu senjata api rakitan, puluhan anak panah dan busurnya, serta dokumen foto latihan para kelompok bersenjata. Dalam penyergapan tersebut, lanjut Kapolda, pihaknya juga menahan seorang perempuan bernama Nela yang diduga anggota kelompok bersenjata dan seorang anak yang masih berumur 14 tahun.

"Saat ini mereka sedang diperiksa di kampung Bagusa," tambah Kapolda.

Bandara Kapeso yang terletak di Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua, sejak dua pekan terakhir dikuasai oleh kelompok bersenjata.

Sebelum melakukan penyergapan Sabtu dini hari tadi, Polda Papua selalu melakukan pendekatan kepada kelompok bersenjata itu melalui tokoh adat maupun agama.

Sumber :KOMPAS